Kabupaten Bima
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kabupaten Bima adalah sebuah
kabupaten di
Nusa Tenggara Barat,
Indonesia. Ibu kotanya ialah
Woha.
Sejarah singkat
Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika
Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima I yang menjalankan
Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian
ditetapkan sebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun.
Bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di Kabupaten Bima
seperti Wadu Pa’a, Wadu Nocu, Wadu Tunti (batu bertulis) di dusun
Padende Kecamatan Donggo menunjukkan bahwa daerah ini sudah lama dihuni
manusia. Dalam sejarah kebudayaan penduduk Indonesia terbagi atas bangsa
Melayu Purba dan bangsa Melayu baru. Demikian pula halnya dengan
penduduk yang mendiami Daerah Kabupaten Bima, mereka yang menyebut
dirinya Dou Mbojo, Dou Donggo yang mendiami kawasan pesisir pantai.
Disamping penduduk asli, juga terdapat penduduk pendatang yang berasal
dari Sulawesi Selatan, Jawa, Madura, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan
Maluku.
Kerajaan Bima
Kerajaan Bima dahulu terpecah–pecah dalam kelompok-kelompok kecil
yang masing-masing dipimpin oleh Ncuhi. Ada lima Ncuhi yang menguasai
lima wilayah, yaitu:
- Ncuhi Dara, memegang kekuasaan wilayah Bima Tengah
- Ncuhi Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan
- Ncuhi Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima Barat
- Ncuhi Banggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima Utara
- Ncuhi Dorowani, memegang kekuasaan wilayah Bima Timur
Kelima Ncuhi ini hidup berdampingan secara damai, saling hormat
menghormati dan selalu mengadakan musyawarah mufakat bila ada sesuatu
yang menyangkut kepentingan bersama. Dari kelima Ncuhi tersebut yang
bertindak selaku pemimpin dari Ncuhi lainnya adalah Ncuhi Dara. Pada
masa-masa berikutnya, para Ncuhi ini dipersatukan oleh seorang utusan
yang berasal dari Jawa. Menurut legenda yang dipercaya secara turun
temurun oleh masyarakat Bima, cikal bakal Kerajaan Bima adalah Maharaja
Pandu Dewata yang mempunyai 5 orang putra, yaitu:
- Darmawangsa
- Sang Bima
- Sang Arjuna
- Sang Kula
- Sang Dewa
Salah seorang dari lima bersaudara ini yakni Sang Bima berlayar ke
arah timur dan mendarat di sebuah pulau kecil di sebelah utara Kecamatan
Sanggar yang bernama Satonda. Sang Bima inilah yang mempersatukan
kelima Ncuhi dalam satu kerajaan, yakni Kerajaan Bima dan Sang Bima
sebagai raja pertama bergelar Sangaji. Sejak saat itulah Bima menjadi
sebuah kerajaan yang berdasarkan Hadat dan saat itu pulalah Hadat
Kerajaan Bima ditetapkan berlaku bagi seluruh rakyat tanpa kecuali.
Hadat ini berlaku terus menerus dan mengalami perubahan pada masa
pemerintahan raja Ma Wa’a Bilmana. Setelah menanamkan sendi-sendi dasar
pemerintahan berdasarkan Hadat, Sang Bima meninggalkan Kerajaan Bima
menuju timur, tahta kerajaan selanjutnya diserahkan kepada Ncuhi Dara
hingga putra Sang Bima yang bernama Indra Zamrud sebagai pewaris tahta
datang kembali ke Bima pada abad XIV/XV.
Hubungan darah antara Bima, Bugis dan Makassar
Hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang terjalin selama kurun
waktu 1625–1819 (194 tahun) pun terputus hingga hari ini. Hubungan
kekeluargaan antara dua kesultanan besar di kawasan Timur Indonesia,
yaitu Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bima terjalin sampai pada turunan
yang ke VII. Hubungan ini merupakan perkawinan silang antara Putra
Mahkota Kesultanan Bima dan Putri Mahkota Kesultanan Gowa terjalin
sampai turunan ke VI, sedangkan yang ke VII adalah pernikahan Putri
Mahkota Kesultanan Bima dan Putra Mahkota Kesultanan Gowa.
Ada beberapa catatan yang ditemukan, bahwa pernikahan Salah satu
Keturunan Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke XI) masih terjadi dengan
keturunan Sultan Gowa, sebab pada tahun 1900 (pada kepemimpinan Sultan
Ibrahim), terjadi acara melamar oleh Kesultanan Bima ke Kesultanan Gowa.
Mahar pada lamaran tersebut adalah Tanah Manggarai yang dikuasai oleh
kesultanan Bima sejak abad 17.
[butuh rujukan]
Pemekaran Daerah
Kota Woha
Geografi
Letak
Kabupaten Bima merupakan salah satu Daerah Otonom di Provinsi Nusa
Tenggara Barat, terletak di ujung timur dari Pulau Sumbawa bersebelahan
dengan Kota Bima (pecahan dari Kota Bima). Secara geografis Kabupaten
Bima berada pada posisi 117°40”-119°10” Bujur Timur dan 70°30” Lintang
Selatan.
[1]
Topografi
Secara topografis wilayah Kabupaten Bima sebagian besar (70%)
merupakan dataran tinggi bertekstur pegunungan sementara sisanya (30%)
adalah dataran. Sekitar 14% dari proporsi dataran rendah tersebut
merupakan areal persawahan dan lebih dari separuh merupakan lahan
kering. Oleh karena keterbatasan lahan pertanian seperti itu dan
dikaitkan pertumbuhan penduduk kedepan, akan menyebabkan daya dukung
lahan semakin sempit. Konsekuensinya diperlukan transformasi dan
reorientasi basis ekonomi dari pertanian tradisional ke pertanian
wirausaha dan sektor industri kecil dan perdagangan. Dilihat dari
ketinggian dari permukaàn laut, Kecamatan Donggo merupakan daerah
tertinggi dengan ketinggian 500 m dari permukaan laut, sedangkan daerah
yang terendah adalah Kecamatan Sape dan Sanggar yang mencapai ketinggian
hanya 5 m dari permukaan laut.
Di Kabupaten Bima terdapat lima buah gunung, yakni:
- Gunung Tambora di Kecamatan Tambora
- Gunung Sangiang di Kecamatan Wera
- Gunung Maria di Kecarnatan Wawo
- Gunung Lambitu di Kecamatan Lambitu
- Gunung Soromandi di Kecamatan Donggo, merupakan gunung tertinggi di wilayah ini dengan ketinggian 4.775 m.
Batas wilayah
Kabupaten Bima terletak di bagian timur Pulau Sumbawa dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Pemekaran 2007
Pada tahun
2007 terjadi pemekaran wilayah dengan penambahan 4 kecamatan baru, yaitu:
- Parado
- Lambitu
- Soromandi
- Pali'belo
Dengan adanya pemekaran ini, sekarang Kabupaten Bima memiliki jumlah kecamatan sebanyak 18 wilayah.
Luas wilayah
Luas wilayah setelah pembentukan Daerah Kota Bima berdasarkan
Undang-undang Nomor 13 tahun 2002 adalah seluas 437.465 Ha atau 4.394,38
Km² (sebelum pemekaran 459.690 Ha atau 4.596,90 Km²) dengan jumlah
penduduk 419.302 jiwa dengan kepadatan rata-rata 96 jiwa/Km².
Iklim dan cuaca
Wilayah Kabupaten Bima beriklim tropis dengan rata-rata curah hujan
relatif pendek. Keadaan curah hujan tahunan rata-rata tercatat 58.75 mm,
maka dapat disimpulkan Kabupaten Bima adalah daerah berkategori kering
sepanjang tahun yang berdampak pada kecilnya persediaan air dan
keringnya sebagian besar sungai. Curah hujan tertinggi pada bulan
Februari tercatat 171 mm dengan hari hujan selama 15 hari dan musim
kering terjadi pada bulan Juli, Agustus dan September dimana tidak
tejadi hujan. Kabupaten Bima pada umumnya memiliki drainase yang
tergenang dan tidak tergenang. Pengaruh pasang surut hanya seluas 1.085
Ha atau 0,02% dengan lokasi terbesar di wilayah pesisir pantai.
Sedangkan luas lokasi yang tergenang terus menerus adalah seluas 194 Ha,
yaitu wilayah Dam Roka, Dam Sumi dan Dam Pelaparado, sedangkan Wilayah
yang tidak pernah tergenang di Kabupaten Bima adalah seluas 457.989
klik
disini